2014
adalah Tahun Perubahan. Begitu kata banyak orang. Tidak hanya aktivis,
seniman, sampai politisi, negarawan meramal demikian adanya. Semua
kekuatan politik memiliki “jagonya” untuk memimpin di tahun ini. Suatu
tahun yang menurut penanggalan China adalah Tahun Kuda Kayu.
Jadi jelas,
maksudnya, secara klenik, diramalkan akan muncul seorang tokoh yang
akan menjadi “kuda hitam” pemenang politik di Tahun Perubahan. Perlu
diketahui adalah seseorang yang sangat berjasa, tentu bersama
kelompoknya, Gerakan Perubahan, gerakan demokratik yang tersebar di
kalangan buruh, mahasiswa, seniman, kaum miskin kota, pedagang kecil,
dan suku2 yang
termarjinalkan (Badui, suku anak dalam, dll). Di adalah RR.
termarjinalkan (Badui, suku anak dalam, dll). Di adalah RR.
Meskipun belum menyaingi fenomena Jokowi,
yang kenaikan tokoh ini pasti didorong oleh kebangkitan Gerakan
Perubahan beberapa tahun lalu. Sebenarnya gerakan tersebut tidak hanya
tersebar di ibukota, namun menjalar juga ke berbagai daerah. Penolakan
massal terhadap pencabutan subsidi BBM, pencabutan subsidi listrik,
pencabutan subsidi pendidikan, dan berbagai jaring pengaman sosial
lainnya, ciri perjuangan politik gerakan demokratik seluruh dunia. RR
berada di tengah-tengah pucuk dari perlawanan gerakan terhadap
Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono yang bercorak neoliberal.
Sifat dasar kuda adalah BINAL. Jadi dalam
Tahun Kuda, Tahun Perubahan, selayaknyalah tongkat estafet kepemimpinan
bangsa diberikan kepada figur yang memiliki sifat kuda. BINAL, dalam
arti positif : gesit dan lincah, sulit diam.
Jika menilik sejarah,
rakyat memang dahulu tidak suka yang BINAL. Buktinya SBY disukai rakyat
pada 2004 bukan karena BINALnya, tetapi karena kalemnya. Tapi setelah
melihat lambannya, seperti bebek lumpuh, pemerintahan SBY, rakyat akan
berganti haluan. Diragukan pada 2014, rakyat memilih kembali mereka yang
kalem. Karena itu harus dimunculkan pemimpin yang berkarakter yang
tidak kalem, karakter seorang BIMA, pahlawan dalam pewayangan. Ini jika
kita berusaha mengikuti logika abstrak para politisi kita yang sudah
terlalu mewayang.
Apapun itu, karakter tersebut, karakter
seorang BIMA ada pada diri Rizal Ramli (RR). Ia terkenal sebagai
pemimpin yang rajin membantu rakyat dalam ide-ide perubahan. Gerakan
yang diadvokasi oleh RR, bersama para tokoh buruh seperti Said Ikbal dan
Rieke Dyah Pitaloka patut mendapat penghargaan tertinggi karena
berhasil memenangkan Obama Care-nya Indonesia.
Dalam perjuangan
menjebolkan BPJS bersama berbagai elemen buruh dan mahasiswa, RR selalu
berada di depan. Atau bagaimana RR ikut memimpin demonstrasi penolakan kenaikan harga BBM tahun 2008 Membuktikan bahwa haluan ekonomi yang
akan diterapkan RR jika memimpin bangsa nanti adalah haluan yang di luar
neoliberalisme.
DR Rizal Ramli adalah ekonom kelas dunia (karena itulah
ia diangkat PBB sebagai penasehat) dan seorang mantan aktivis yang
dipercaya sang pemimpin pluralis, Gus Dur, sebagai menterinya.
RR pada masa 1999-2001 (yang sayang menjadi
periode emas yang terlupakan) pernah melakukan berbagai aksi kecerdasan
kebijakan sejak ia menjabat sebagai Kepala Bulog, Menteri Ekonomi,
kemudian Menteri Keuangan.
Ia juga pernah menundukkan IMF dalam sebuah
perundangan, di mana IMF dipaksa menyetujui poin-poin yg ditawarkan RR.
Ia pernah akan merenegosiasi Freeport, kalau tidak Gus Dur dilengserkan.
RR lah yang pernah menyelamatkan Bank Internasional Indonesia (BII)
yang nyaris mengalami “rush” pada 2001, yang tentu ukurannya jauh lebih besar secara sistemik di pasar keuangan, tanpa melakukan penalangan (bail out) serupiahpun. Dan masih banyak lagi yang mana dapat dibaca pada buku Lokomotif Perubahan (Edy Mulyadi dan Didin Abidin).
Tentu pengalaman
sebagai pemimpin gerakan mahasiswa pada era 1977-1978 lah yang membuat
RR dapat melakukan semua itu. RR memang belum se-terkenal Jokowi. Tetapi
RR jauh mengungguli Jokowi dalam hal visi kebijakan- itu bisa
digaransi.
Karena itulah, mari kita semua memilih DR Rizal Ramli sebagai
pemenang dari Konvensi Rakyat yang telah mengawali putaran perdana
debat terbuka dengan publik pada 5 Januari 2014 di Hotel Majapahit (yang
juga dikenal sebagai hotel tempat perobekan bendera Belanda oleh para
pejuang kemerdekaan Indonesia), Surabaya.
Adalah suatu konvensi yang
mencerminkan keresahan terhadap partai-partai politik yang korup,
terhadap berkembang-biaknya sikap-sikap anti pluralisme, dsb, yang
diharapkan dapat memimpin rakyat Indonesia di Tahun Perubahan 2014.
@Salam Perubahan menuju ke yang lebih baik lagi...