Pulau Nias yang berada di lingkaran terluar wilayah negara Republik Indonesia ternyata merupakan salah satu pulau dengan peradaban tertua di Indonesia yang dibuktikan dengan situs megalitik dan peninggalan bersejarah yang tersisa dari kehidupan nenek moyang orang Nias di masa lampau.
Dimana para sejarahwan dan arkeolog menyebutkan bahwa kebudayaan Nias merupakan kebudayaan megalitik yang tinggal sedikit bertahan hingga saat ini.
Keunikan yang terlihat dari peninggalan budaya yang diwarisi oleh Ono Niha (sebutan untuk orang Nias) adalah bahwa ciri khas budaya, bahasa dan rasnya yang sangat jauh berbeda dengan suku-suku lainnya yang terdapat di Indonesia.
Nias terkenal karena ragam atraksi dan perayaannya.
Atraksi yang paling terkenal adalah Tari Baluse (Tari Perang) dan Hombo Batu (Lompat Batu) yang sering diperagakan dalam menyambut para wisatawan, dimana Hombo Batu merupakan sebuah ritual penanda kedewasaan di zaman dulu yang melibatkan para pemuda yang harus melompati batu setinggi 210 cm yang bagian atasnya ditutupi dengan paku dan bambu runcing yang sudah ditajamkan (sekarang bagian atasnya tidak memakai paku dan bambu runcing karena berbahaya).
Tujuan lainnya dari Hombo Batu ini adalah sebagai ajang latihan dan persiapan bagi para pemuda untuk melompati tembok pertahanan musuh ketika berperang (dahulu perang antar öri/kampung sering terjadi).
Miniatur kehidupan, rumah adat dan peninggalah bersejarah di Nias dapat dijumpai di Museum Pusaka Nias yang terletak di Jalan Yos Sudarso No. 134 Gunungsitoli yang dibangun di atas lahan seluar 2 Ha yang menyimpan sekitar 6000 koleksi mulai dari perhiasan, peralatan rumah tangga, alat-alat musik tradisional, hasil kerajinan tangan serta bebatuan megalith yang telah diukir.
Di museum juga terdapat rumah adat tradisional khas Nias yang bisa dijadikan tempat menginap bagi pengunjung yang ingin merasakan sensasi tidur dan tinggal di dalam rumah adat Nias.
Omo Sebua/Omo Hada (Sebutan untuk Rumah Adat Nias), merupakan rumah panggung berkonstruksi kayu yang unik dengan atap yang menjulang. Omo Sebua ini telah berumur lebih dari 70 tahun dan masih berdiri kokoh karena konstruksinya memang sangat kuat dan tahan gempa.
Hal yang paling unik dari Omo Sebua ini adalah bahwa setiap persambungannya tidak menggunakan paku besi melainkan seluruhnya dari pasak yang terbuat dari kayu dengan berbagai ukiran yang memiliki makna tersendiri. [RD]