CERPEN ARTI MENUNGGU

rieldamsentrajavaphotos
Waktu menunjukkan pukul setengah lima sore. Mentari sebentar lagi kan pulang ke peraduannya. Ku langkahkan kakiku menyusuri lorong di kampusku yang masih terlihat ramai.

Tadi aku masih bersama beberapa temanku, kini hanya kau yang melangkah pergi. Aku berjalan menuju sebuah ruang kelas yang sementara ditempati mahasiswa bidan.

Aku sejenak berdiri di depan pintu yang setengah terbuka dengan muka lusuh dan sedikit cemas. Aku perlu dengan seseorang yang penting di
dalam sana.

“Hhh, jadwalnya padat, orangnya juga sibuk. Aku harus menunggu”. Gumamku
Bangku taman yang terbuat dari semen tepat di depan kelas beliau mengajarlah yang aku pilih. Aku sendiri, ku melihat mahasiswa yang lain berjalan perlahan. Mereka berpasangan ada juga yang berombongan. Hanya, aku yang sendiri.

Aku memilih duduk tepat di bawah rimbunan pohon cemara. Aku masih menunggu dan ku menuliskan ini. Aku tak tahu harus berbuat apa selain melirik jam tanganku.
Aku menggoyang-goyangkan kakiku. Oh tuhan perutku perih sekali. Sudah seharian ini aku mondar-mandir wc hanya untuk aktivitas dasar itu (bab).

Kembali lagi, aku masih menunggu. Aku berharap beliau akan segera keluar dari kelas ini. Tadi aku sudah disarankan untuk mengontrak waktu buat besok via sms, tapi aku tak mau. Pantang bagiku mengontrak waktu via sms. Yah, itulah aku. Dan artinya aku harus menunggu. Tak tahu harus sampai kapan?

15 menit, 30 menit, 1 jam, 2 jam. Dan aku masih menunggu. Sekarang sudah pukul tujuh lima belas.
Dan akhirnya lima belas menit kemudian barulah aku bangun dari bangku taman tepat di ruang mengajar dosen yang sangat disegani seluruh mahasiswa itu.

Aku mengikutinya. Dan di depan aula persisnya di bawah meteran, beliau berhenti dan segera menanyakanku. Aku gugup berbicara dengannya. Meski beliau orang paling disegani, beliau lembut saat membalas bicaraku.

Kami telah sepakat. Besok tetap sesuai jadwal.
Terima kasih banyak pak. Selamat malam. Aku mengucapkan dengan sedikit menunduk. Lega melihat beliau berjalan pergi.

Saatnya pulang. Aku pulang menyusuri jalanan yang sepi dari ramaian mahasiswa. Hanya ditemani kendaraan yang sesekali melintas di pekatnya gelap malam. Ku tunggu besok. Selamat malam dunia.
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berilah Komentar, Dan Berkomentarlah dengan Baik dan Sopan...
Artikel ini telah saya Kunci, kalau Anda membutuhkannya, Silahkan Anda Komentari dan Artikel Ini akan saya Buka Kembali...